Gambar dari sini |
CINTAKU
TERSANGKUT NET
“Sora,
ayo makan dulu. Mama sudah masak nasi goreng sosis kesukaanmu lho,” suara Mama
yang sedikit berteriak terdengar dari kamar.
“Iya,
Ma. Bentar lagi Sora turun,” jawabku dengan sedikit berteriak pula. Kenapa
harus dengan sedikit berteriak? Karena aku berada di kamar yang terletak di
lantai dua, sedangkan Mama di dapur yang ada di lantai satu. Jadi, untuk
berkomunikasi satu sama lain butuh sedikit teriakan agar suara sampai kepada
sasaran.
Aku
masih sibuk dengan tasku. Satu per satu peralatan badmintonku, aku masukkan dalam tas. Raket, handuk kecil, botol
yang tentunya telah terisi air minum sudah menghuni ruang dalam tas. Terakhir,
tidak lupa aku memasukkan bingkisan berisi baju batik berpasangan (cowok-cewek)
yang telah aku bungkus rapi dengan kertas kado berwarna merah muda bergambar
hati.
Hampir lupa. Selembar kertas yang
telah aku lipat berbentuk hati (yang tentu saja di dalamnya telah aku tulis
dengan beberapa kata) segera masuk dalam tas. Hari ini akan aku ungkapkan perasaanku
padanya. Kak Mana.
***
Saat itu aku
diberi tahu temanku, Dita bahwa pelatih bulutangkis cakep-cakep plus keren-keren. Aku yang saat itu
bingung memilih ekskul yang harus ikuti, langsung mengiyakan untuk ikut klub
bulutangkis karena penasaran dengan pernyataan Dita.
Sekolahku memang
mewajibkan setiap siswanya untuk memilih setidaknya satu di antara sepuluh
ekskul yang ada. Ada pramuka, palang merah remaja, karya ilmiah, keagamaan,
pecinta alam, seni musik, seni tari, media sekolah, teater dan olah raga. Olah
raga sendiri ada taekwondo, karate, basket, renang, bulu tangkis, voli, sepak
bola dan masih banyak lagi.
Aku sebenarnya
tidak begitu suka dengan kegiatan ekskul. Aku pikir lebih enak tidur di rumah,
nonton televisi, membaca komik daripada harus bercapek-capek ria ikut kegiatan.
Tapi, pandanganku itu berubah saat aku bergabung di klub bulutangkis. Ternyata
asik juga berkumpul dengan teman-teman, berkeringat, dapat menghilangkan rasa
penat dan stress karena tugas sekolah yang bejibun banyaknya.
Apalagi ada
seseorang yang selalu membuatku betah berlama-lama di lapangan bulutangkis. Ya,
dialah Kak Mana. Dia yang membuatku semakin bersemangat berlatih bulutangkis.
Aku yang awalnya paling malas berolah raga karena ogah keringetan justru jadi
siswa paling rajin yang tidak pernah datang terlambat ke tempat latihan.
Bahkan, aku mulai sadar kalau ternyata aku mempunyai sedikit bakat di bidang
bulutangkis ini. Ini aku ketahui karena aku selalu mendapat pujian dari Kak
Mana. Hehehe… Bukan hanya itu, aku juga terpilih sebagai unggulan kedua di klub
bulutangkis sekolahku untuk mengikuti turnamen bulutangkis antar pelajar se
Jawa Bali bulan Mei nanti.
***
Kak Mana. Dia
bukan siswa SMA Harapan Bangsa, tempatku bersekolah. Dia mahasiswa Ekonomi
Universitas Jingga yang kebetulan letaknya tidak jauh dari sekolahku. Pelatih
ekskul bulutangkis sebagian besar memang anak-anak mahasiswa Universitas
Jingga.
Aulia
Rizki Permana, nama lengkapnya. Ada sesuatu darinya yang mampu memikatku.
Membuatku selalu merindukan saat-saat untuk bertemu kembali dengannya. Binar
matanya menyejukkan seperti embun pagi yang menempel pada dedaunan. Senyumnya
menghanyutkan seperti debur air pantai di sore hari. Ahay… aku selalu rindu
dibuatnya.
***
Hari ini, lima
puluh hari setelah aku mengenal Kak Mana. Aku berniat dan bertekad menyatakan
perasaanku pada Kak Mana seusai latihan nanti. Akhirnya, perasaan yang selama hampir
dua bulan aku pendam sendiri ini akan tersampaikan.
Selesai makan
nasi goreng sosis buatan Mama, aku segera berangkat menuju tempat latihan.
Selalu saja dengan Bang Doni. Bang Doni memang selalu mengantar dan menjemputku
kemanapun aku pergi. Selalu. Perjalanan menuju lapangan hanya memakan waktu
sekitar lima belas menit. Tapi, lima belas menit itu terasa begitu lama bagiku
yang sudah tidak sabar ingin bertemu Kak Mana.
Lapangan. Aku melihat
sudah banyak teman-teman yang datang latihan. Sepertinya aku datang sedikit terlambat.
“Hai, Sora! Baru
datang?,” sapa Kak Very begitu melihatku datang.
“Iya, Kak. Kak
Mana, mana kak?” aku balik bertanya.
“Tuh, ada di
sana. Lagi briefing sama anak-anak
yang lain. Buruan kamu gabung ke sana,” jawab Kak Very sambil menunjukkan ke
arah teman-teman klub bulutangkis berkumpul.
Briefing
selesai. Waktunya bermain di lapangan. Aku mendapat giliran pertama. Melawan
Vitria, pemain tunggal putri lapis utama klub ini yang akan turun di turnamen
bulutangkis antar pelajar se Jawa-Bali. Aku berada satu level di bawahnya.
Belum pernah satu kali pun aku mampu mengalahkan Vitria dari enam kali aku
melawannya.
Set pertama, aku
kalah tipis dengan skor 16-21. Tapi, di set kedua aku berhasil unggul darinya
dengan skor ketat, 21-18 dan itu menyebabkan set tambahan. Dan sekarang rubber set, set 3. Aku ketinggalan empat
poin, 7-11. Seperti biasa ketika ada salah satu pemain mencapai angka sebelas,
ada sedikit waktu istirahat untuk sekedar mengelap keringat atau meneguk air.
“Wah, permainanmu
semakin bagus Sora. Mainnya juga bersemangat. Bisa mengimbangi permainan
Vitria. Kalau begini, turnamen kali ini kita bisa borong piala nih,” Kak Mana memuji
atau menyindirku karena selama ini aku selalu kalah dari Vitria. Ah, aku nggak
peduli. Yang penting dapet pujian dari Kak Mana. Hehe,,
“Eh
iya, Kak. Turnamennya kan tinggal dua minggu lagi jadi ya harus semangat lah,
kak. Jangan sampai malu-maluin pas di turnamen nanti. Hehehe,” jawabku. Padahal
dalam hati, berkata, Aku akan selalu
bersemangat karena ada Kak Mana yang selalu menemaniku saat latihan. Dan hari
ini akan menjadi hari yang bersejarah karena aku akan mengungkapkan perasaanku
pada Kakak. Semoga Kak Mana juga mempunyai perasaan yang sama denganku. Aku
harap.
Permainan
dimulai lagi. Skor kembali ketat 21-20. Terjadi rally panjang, bola-bola smash
dari Vitria selalu berhasil kembalikan.
“Rizki!
Ditunggu istrimu tuh di depan! Cieciee.. pengantin baru. Ditinggal latihan
bentar aja udah kangen. Sampai nyusul ke tempat latihan segala,” Kak Very
memang biasa memanggil Kak Mana dengan nama tengahnya.
Istri? Pengantin baru? Aku tak bisa fokus pada permainan lagi. Dan,
bola tanggung pengembalian Vitria yang seharusnya aku smash, hanya bisa aku pukul dengan lemah. Dan akhirnya, tersangkut
di net. Jatuh di bidang permainanku sendiri. 22-20. Kemenangan di tangan
Vitria. Lagi-lagi aku kalah.
***
“Lho,
Sora? Kok udah siap-siap mau pulang? Nggak nglihat yang lain latihan dulu?”
tanya Kak Very begitu melihatku membereskan semua peralatanku dan memasukkannya
ke dalam tas.
“Eh,
iya kak. Ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan, Kak. Mau dikumpulin
besok,” terpaksa aku berbohong.
“Eh,
tadi siapa Kak? Yang nyari Kak Mana? Cantik ya?” tanyaku penasaran. Sambil
berharap bahwa yang pendengaranku tadi salah. Bukan istri Kak Mana tapi temannya.
“Oh,
itu tadi istrinya Rizki. Iya cantik, cocok banget mereka berdua. Yang satu
cakep dan satunya cantik!”
“Hah,
Istri?? Kak Mana sudah punya istri? Bukannya Kak Mana masih kuliah, Kak?”
“Lho,
memangnya kalau kuliah nggak boleh punya istri? Masa kamu nggak tahu? Sudah dua
minggu ini Rizki nggak datang latihan. Itu karena dia nyiapin acara pernikahannya.
Kedua orang tua mereka sudah menyetujui hubungan mereka. Terus Rizki kan juga sudah
punya penghasilan sendiri dari bisnis laundrynya
jadi daripada pacaran terus nanti malah zina mendingan nikah aja,” Kak Very
menjelaskan panjang lebar. Dalam hati aku pengin berteriak. Stop! Jangan lanjutin lagi! Aku nggak mau
denger itu semua!Oh God, ternyata orang yang aku cintai sudah punya istri.
“Kak,
aku pulang dulu ya,” aku sudah tak tahan berada di lapangan. Air mataku hampir
tumpah. Sebelum lapangan menjadi banjir air mata karena tangisku, aku segera
cabut.
“Sora,
mau kemana? Latihannya kan belum selesai?,” tanya Kak Mana begitu melihatku
keluar lapangan dengan terburu-buru.
“E…e…
aku sakit perut, Kak,” lagi-lagi aku berbohong.
“Oh,
iya ini buat Kak Mana. Anggap saja kado pernikahan aku buat Kakak,” aku
menyerahkan bingkisan yang sudah aku siapkan untuk Kak Mana. Aaargh! Seharusnya bukan seperti ini. Baju
pasangan yang ada di dalam bingkisan sebenarnya aku siapkan untuk aku dan Kak
Mana. Tak apalah.
Untung saja,
surat berbentuk hati yang berisi curahan hatiku untuk Kak Mana tidak aku taruh
di dalam bingkisan. Bisa gawat nanti!
“Terima kasih,
Sora. O iya, kenalin. Ini Niken, istri kakak. Maaf ya, kami saat itu nggak
mengundang. Karena acara pernikahannya memang untuk keluarga dekat saja.”
“Oh, nggak apa
kok, Kak. Senang berkenalan dengan kakak,” aku mengulurkan tangan menjabat
tangan Kak Niken, istri dari orang aku sayangi.
Aku pamit
pulang. Aku sudah tak tahan lagi berada di antara dua insan yang penuh gelora
asmara yang dirasakan pengantin baru. Aku menghembuskan napas untuk mengusir
nyeri di dada.
Aku mengambil HP
dari dalam tas.
“Bang Doni,
jemput Sora sekarang!”
Tak lama
kemudian, mobil Avanza yang dikendarai Bang Doni sudah di depan lapangan. Aku
langsung masuk ke dalam mobil.
Sepanjang
perjalanan pulang, aku tidak mampu menahan air mataku yang jatuh satu per satu
menmbasahi pipiku.
“Sora? Kok nangis?”
tanya Bang Doni. Mungkin Bang Doni melihat dari kaca mobil.
“Mm, nggak kok
Bang. Kelilipan. Tadi ada debu yang nyantol di mata Sora,” kebohongan yang
ketiga untuk hari ini.
Beberapa menit
kemudian, aku merasa sudah bisa mengendalikan emosiku. Aku merasakan seperti
ada seseorang yang membisikkan sesuatu ke telingaku. Tapi tak jelas apa. Yang
jelas, itu membuatku menjadi kembali bersemangat.
Cintaku saat ini mungkin seperti shuttlecock
terakhir dalam permainanku tadi, yang aku pukul dengan lemah. Tersangkut di
net. Tidak sampai tujuan. Tapi, aku nggak boleh menjadi shuttlecock yang pasrah
jatuh semakin ke bawah. Tidak punya semangat. Tidak berdaya. Aku harus menjadi
bola tenis yang mampu memantul setelah ia terjatuh.
Kak mana mungkin memang bukan jodohku. Tapi, aku
yakin Tuhan telah menyiapkan pria terbaik sebagai pasangan hidupku, untuk
mendampingiku di saat suka dan duka. Dan suatu saat nanti aku akan bertemu
dengannya. Sesuatu yang baik untuk orang yang baik dan datang pada saat yang
baik pula. Aku yakin itu. Sangat yakin.
Cerpen culun saat masih unyu..
3 years ago...
2 komentar:
Akhirnyaaaaaaaaaa dikeluarin jg cerpen ini.
Pokoknya aku akan selalu menunggu karya2mu yg lain.
Cintaku nyangkut di net nih nggak sekedar judul.
Hahahaha..
jadi inget komentar Cindi waktu itu.. Ngakak deh...
:D
Posting Komentar