Sehari sebelum menginjakkan kaki di rumah itu, berjuta rasa mulai kurasa. Mulai dari perasaan takut tidak bisa mandi (karena kabarnya kamar mandi belum jadi), hingga perasaan takut tidak bisa membaur dengan teman-teman semua.
Selama tinggal di rumah itu, sering aku protes sama Tuhan,
“Tuhan, kamar mandinya kok nggak ada pintunya??” (untunglah cuma minggu pertama)
“Tuhan, airnya licin plus asin. Huaaa,, mandi berasa nggak bersih..”
“Tuhan, makanannya kok pedes terus ??”
“Tuhan, kenapa menunya itu-itu mulu? Lodeh, sayur gambas, bayem, sop, pecel, lodeh, sayur gambas, bayem, sop, pecel… Aaarggh!”
“Tuhan, Pak E.. Supono itu lho. Ribet banget. Udah hidup disini susah, ditambah susah lagi mesti nuruti maunya beliau!”
“Tuhan, kenapa harus ada tetangga rumah yang minta kami sowan?? Kenapa nggak mereka saja yang main ke tempat kami??”
Belum lagi masalah konflik internal dan eksternal pada sesama anggota kelompok. Konflik internal, berjuang setengah mati menahan diri supaya tidak egois karena semuanya di sini harus serba berbagi dan konflik eksternal, berjuang setengah mati untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
Dan seterusnya, seterusnya dan seterusnya… Yah,, biasalah, manusia emang tidak ada habisnya kalau sudah mengeluh.
Tapii…
Pada akhirnya Tuhan membuat aku mengerti bahwa inilah cara Tuhan untuk mendewasakanku. Tuhan tidak jahat, Tuhan baik bahkan sangat baik. Tuhan mengenalku dengan baik sehingga Dia memberi aku rumah tinggal (homestay) terbaik, dosen pembimbing terbaik, tetangga terbaik dan teman-teman terbaik.
Homestay terbaik?
Ya.. Karena setelah berkunjung ke Sriwulan, Purwosari, Bulusari, Purwosari dan Tegalarum serta mendengar cerita Gemulak… aku pikir Tambakrotolah yang paling layak untuk dinobatkan sebagai homestay terbaik. Tempat tidur luas, ke kamar mandi nggak perlu melewati kebun ataupun makam, nggak deket kandang bebek, makan sudah disiapkan tiga kali sehari dan kamilah penguasa rumah. Hidup bebas, tidak perlu risih karena ada tuan rumah. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
Dosen pembimbing terbaik?
Yups, Karena bukan Pak E.. Supono yang menjadi DPL kami. Aku tidak perlu susah payah membuat laporan yang super ribet. Terima kasih buat Drs. Suharyo, M.Hum sebagai DPL kami yang slow but sure. Hehe,,
Tetangga terbaik?
Tentu.. Karena tetanggaku baik hati. Mereka sudah berbaik hati menerima kedatangan aku, berbaik hati rela terganggu tidurnya mendengar jeritan di tengah malam (Hahaha,, jeritan poker faces), berbaik hati mau bekerja sama dengan kami dan berbaik hati untuk menerimaku sebagai teman, adik, kakak, saudara, keluarga baru bagi mereka. Terima kasih…
Teman-teman terbaik?
Pastinya.. Karena bersamanya aku bisa merasakan indahnya kebersamaan. Bersama-sama menghabiskan waktu luang dengan “poker”. Karaokean bareng. Ditambah lagi aku mendapat kosakata baru yang hanya berlaku di Tambakroto crews : “jadi pengin mandi”, “hrhrkhrkhrgghk” (nggak tau cara nulisnya gimana), “bebek”, “Tambakroto digoyang…”, oh gitu ya”, dan masih banyak lagi yang lain. Lagu kebangsaan “insomnia”. Selain itu, aku juga dapat paket teman super komplet; ada yang kurus, ada yang bulet, ada yang putih, ada yang item, ada yang cerewet, ada yang diem, ada yang suka nglindur, ada yang suka kentut, ada yang suka bersendawa, ada yang suka mendengkur… Lengkap banget deh pokoknya. Terima kasih buat kekompakan dan kebersamaan selama 35 hari ini. Maafkan aku atas segala salah yang pernah aku buat baik disengaja ataupun tidak. Aku sayang kalian. Hahaha,,
Dan sekarang, waktunya aku menyampaikan terima kasihku pada Tuhan,
“Tuhan, terima kasih sudah mengenal dan menyayangiku sedemikian rupa sehingga Engkau memberikan semua yang terbaik untuk proses KKN yang harus aku jalani. Maaf karena aku terlalu banyak mengeluh dan terima kasih untuk happy ending yang Engkau berikan.”
Yakinlah bahwa semua indah pada waktunya…
Selama tinggal di rumah itu, sering aku protes sama Tuhan,
“Tuhan, kamar mandinya kok nggak ada pintunya??” (untunglah cuma minggu pertama)
“Tuhan, airnya licin plus asin. Huaaa,, mandi berasa nggak bersih..”
“Tuhan, makanannya kok pedes terus ??”
“Tuhan, kenapa menunya itu-itu mulu? Lodeh, sayur gambas, bayem, sop, pecel, lodeh, sayur gambas, bayem, sop, pecel… Aaarggh!”
“Tuhan, Pak E.. Supono itu lho. Ribet banget. Udah hidup disini susah, ditambah susah lagi mesti nuruti maunya beliau!”
“Tuhan, kenapa harus ada tetangga rumah yang minta kami sowan?? Kenapa nggak mereka saja yang main ke tempat kami??”
Belum lagi masalah konflik internal dan eksternal pada sesama anggota kelompok. Konflik internal, berjuang setengah mati menahan diri supaya tidak egois karena semuanya di sini harus serba berbagi dan konflik eksternal, berjuang setengah mati untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
Dan seterusnya, seterusnya dan seterusnya… Yah,, biasalah, manusia emang tidak ada habisnya kalau sudah mengeluh.
Tapii…
Pada akhirnya Tuhan membuat aku mengerti bahwa inilah cara Tuhan untuk mendewasakanku. Tuhan tidak jahat, Tuhan baik bahkan sangat baik. Tuhan mengenalku dengan baik sehingga Dia memberi aku rumah tinggal (homestay) terbaik, dosen pembimbing terbaik, tetangga terbaik dan teman-teman terbaik.
Homestay terbaik?
Ya.. Karena setelah berkunjung ke Sriwulan, Purwosari, Bulusari, Purwosari dan Tegalarum serta mendengar cerita Gemulak… aku pikir Tambakrotolah yang paling layak untuk dinobatkan sebagai homestay terbaik. Tempat tidur luas, ke kamar mandi nggak perlu melewati kebun ataupun makam, nggak deket kandang bebek, makan sudah disiapkan tiga kali sehari dan kamilah penguasa rumah. Hidup bebas, tidak perlu risih karena ada tuan rumah. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
Dosen pembimbing terbaik?
Yups, Karena bukan Pak E.. Supono yang menjadi DPL kami. Aku tidak perlu susah payah membuat laporan yang super ribet. Terima kasih buat Drs. Suharyo, M.Hum sebagai DPL kami yang slow but sure. Hehe,,
Tetangga terbaik?
Tentu.. Karena tetanggaku baik hati. Mereka sudah berbaik hati menerima kedatangan aku, berbaik hati rela terganggu tidurnya mendengar jeritan di tengah malam (Hahaha,, jeritan poker faces), berbaik hati mau bekerja sama dengan kami dan berbaik hati untuk menerimaku sebagai teman, adik, kakak, saudara, keluarga baru bagi mereka. Terima kasih…
Teman-teman terbaik?
Pastinya.. Karena bersamanya aku bisa merasakan indahnya kebersamaan. Bersama-sama menghabiskan waktu luang dengan “poker”. Karaokean bareng. Ditambah lagi aku mendapat kosakata baru yang hanya berlaku di Tambakroto crews : “jadi pengin mandi”, “hrhrkhrkhrgghk” (nggak tau cara nulisnya gimana), “bebek”, “Tambakroto digoyang…”, oh gitu ya”, dan masih banyak lagi yang lain. Lagu kebangsaan “insomnia”. Selain itu, aku juga dapat paket teman super komplet; ada yang kurus, ada yang bulet, ada yang putih, ada yang item, ada yang cerewet, ada yang diem, ada yang suka nglindur, ada yang suka kentut, ada yang suka bersendawa, ada yang suka mendengkur… Lengkap banget deh pokoknya. Terima kasih buat kekompakan dan kebersamaan selama 35 hari ini. Maafkan aku atas segala salah yang pernah aku buat baik disengaja ataupun tidak. Aku sayang kalian. Hahaha,,
Dan sekarang, waktunya aku menyampaikan terima kasihku pada Tuhan,
“Tuhan, terima kasih sudah mengenal dan menyayangiku sedemikian rupa sehingga Engkau memberikan semua yang terbaik untuk proses KKN yang harus aku jalani. Maaf karena aku terlalu banyak mengeluh dan terima kasih untuk happy ending yang Engkau berikan.”
Yakinlah bahwa semua indah pada waktunya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar